I BERANDA I NASIONAL I INTERNASIONAL I METROPOLITAN I POLHUKAM I SOSDIKBUD I EKOBIS I SLERA I OLAHRAGA I NEWSTV I

Kamis, 05 September 2013



JARI PPTKLN Minta Pemerintah dan DPR Hentikan Panja RUU PPILN

8Globalita-Jakarta, Masyarakat sipil yang menamakan Jaringan Advokasi Revisi Undang-undang Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Keluar Negeri (JARI-PPTKLN) mendesak Pemerintah dan Panja RUU PPILN DPR RI untuk menghentikan sementara pembahasan revisi UU No.39/2004 hingga pemilu 2014 berakhir.

Hal itu disampaikan dihadapan sejumlah wartawan di Jakarta, Rabu (4/9/20130. Hadir di acara tersebut, Koordinator JARI PPTKLN Nurus S Mufidah, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia Erna Murniaty, Koordinator Jala PRT Lita Anggraini, Solidaritas Perempuan Dinda Nuranisa Yura, Direktur Migran Institut  Adi Candra Utama, FSPTSK Reformasi Ari Sunarjati, Pengacara Publik LBH Jakarta Eny Rofiatul.

Menurut Koordinator JARI PPTKLN, Nurus S Mufidah, sikap tersebut dilatarbelakangi beberapa alasan, pertama, Sisa Masa Sidang sangat Pendek sehingga tidak memungkinkan menghasilkan Undang-undang yang berprespektif Perlindungan terhadap Pekerja Migran.
Mengingat pembahasan RUU PPILN sudah dilakukan sejak 26 Februari 2013 terhitung hingga hari ini, sudah 5 kali pembahasan. Namun pembahasan hanya berkutat diseputar judul. Padahal dalam tata tertib DPR pasal 138 ayat 1 disebutkan “Pembahasan RUU adalah dua kali dan dapat diperpanjang 1 kali masa sidang.

Artinya pembahasan RUU PPILN hanya menyisakan satu kali masa sidang  yaitu pada masa sidang ke-1 (16 Agustus 2013 – 25 Oktober 2013), sisa 49 hari kerja. Pada masa sidang ke-2 (18 November 2013 – 20 Desember 2013), sisa 25 hari kerja.

Sementara DIM RUU PPILN yang belum dibahas sisa 906 dari 907 nomor. Sepanjang Februari hingga Agustus Pemerintah dan DPR hanya sanggup membahas judul RUU, maka sangat tidak logis untuk membahas RUU PPILN secara serius dan menghasilkan UU yang benar-benar mampu melindungi Pekerja Migran dalam kurun waktu yang tersisa.

“Hal ini akan berdampak pada substansi, yang dihasilkan pasti jauh dari prinsip perlindungan pekerja migran,” kata Nurus Mufidah.

Kedua, Draft RUU PPILN yang saat ini sedang dibahas antara Panja PPILN Komisi IX DPR RI dengan Pemerintah masih jauh dari prinsip perlindungan.

Tidak hanya sisa waktu yang singkat, tapi juga substansi draft RUU PPILN masih sangat jauh dari perlindungan. Proses Revisi UU 39 Tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia Keluar Negeri (PPTKLN ini, dimulai melalui prolegnas tahun 2010.
Namun hingga dua tahun berturut-turut masuk prolegnas RUU ini tidak juga dibahas. Baru di tahun 2012 ketika RUU ini kembali masuk prolegnas, pembahasan mulai dilakukan oleh DPR dan disahkan pada rapat paripurna tanggal 5 Juli 2012 sebagai RUU PPILN inisiatif DPR RI.

Pada 2 Agustus 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan 6 Menteri untuk mewakili presiden dalam pembahasan RUU PPILN dengan DPR, yaitu Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Menteri Hukum dan Hak Azasi manusia.

Pada 6 Februari 2013, Pemerintah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) kepada DPR. Tapi DIM yang dibahas 6 Kementerian selama 7 bulan tersebut menggambarkan bahwa Pemerintah tidak mempunyai terobosan dalam melindungi buruh migran Indonesia.

Ini jelas terlihat dari substansi DIM, tidak mengalami perubahan mendasar dibandingkan dengan UU lama, terutama dalam konteks perlindungan. Bahkan pemerintah tidak menggunakan Konvensi PBB tentang Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya yang telah diratifikasi, sebagai dasar penyusunan DIM RUU PPTKLN.

Padahal pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan harmonisasi perundang-undangan nasional, dengan menjadikan konvensi yang sudah diratifikasi sebagai dasar dari kebijakan lainnya.

Ketiga, Konstelasi Politik Menuju Pemilu 2014 menyebabkan partai politik dan anggota DPR saat ini focus untuk kepentingan pemenangan pemilu.

Sejak ditetapkannya daftar caleg peserta pemilu 2014, masing-masing anggota DPR RI sibuk mempersiapkan pemenangan pemilu 2014 di daerah pemilihan (dapil) masing-masing, termasuk anggota Panitia Kerja (Panja) RUU PPILN.

“Tentu saja ini mengurangi focus kinerja mereka dalam melakukan pembahasan undang-undang, akibatnya, jika pembahasan RUU PPILN dipaksakan, hasilnya dikhawatirkan akan sangat jauh dari prinsip perlindungan,” terang Nurus Mufidah.

Keempat, untuk kepentingan kerja-kerja politik sangat butuh biaya sehingga mengkhawatirkan untuk dijadikan objek politik transaksional.

Mengingat pekerja migran, berhubungan erat dengan bisnis penempatan yang melibatkan pendanaan dalam jumlah besar.

“Jika pembahasan ini tetap dilanjutkan, pembahasan RUU PPILN bisa dijadikan objek saja untuk memperoleh keuntungan bagi oknum-oknum anggota-anggota DPR RI dalam upaya mengumpulkan biaya pemenangan pemilu 2014,” papar Mufidah kepada Wartawan, dalam acara jumpa Pers, Rabu (4/9/2013) di kawasan Cikini Jakarta. (Lrd.Khalits)