I BERANDA I NASIONAL I INTERNASIONAL I METROPOLITAN I POLHUKAM I SOSDIKBUD I EKOBIS I SLERA I OLAHRAGA I NEWSTV I

Selasa, 19 Mei 2015

Film/Selasa-19-5-2015/23:25-WIB/Hanny Tantang Adrenalin melalui Film Horor Dejavu


Selasa 19 Mei 2015 || 23 : 25 WIB
Kategori : Film
Penulis   : Lrd 801
Hanny Tantang Adrenalin melalui Film Horor Dejavu


8GlobaliTa – Jakarta, Bersama BIC Pictures sebuah film bergenre horor berjudul Dejavu, Ajian Puter Giling siap disajikan kepada publik oleh sutradara Hanny R Saputra. Apa yang membedakan film terkininya Hanny yang diproduseri HM Firman Bintang itu, dengan sejumlah film horor Indonesia kebanyakan? seberapa menyeramkan film yang dibintangi Ririn Ekawati, Dimas Seto dan Ririn Dwi Ariyanti ini?

Formulasi apa yang digunakannya untuk membesut film yang berangkat dari cerita Baskoro Adi Wuryanto? Berapa lama proses syuting dan proses produksi film yang art director-nya juga ditangani Hanny sendiri?

Berbagai pertanyaan lainnya, seperti seberapa sulit membuat film horor yang baik, jika dibandingkan dengan membuat film drama remaja percintaan, serta pesan apa yang ingin disampaikannya sebagai sutradara kepada penonton via film ini?

Menurut Hanny, yang membedakan Dejavu, Ajian Puter Giling, dengan sejumlah film horor kebanyakan terletak pada faktor yang paling penting dan dominan, yang justru biasanya diabaikan para film makers di Indonesia, “Yaitu pembangunan suasana yang detail,” katanya.

Maksudnya biasanya penggarapan sejumlah film horor Indonesia oleh sejumlah sutradara lain cenderung mengabaikan faktor utama keberhasilan membuat sebuah film horor dala membangun suasana dengan baik dan terukur.

Di film ini dia berani mengklaim pembangunan suasananya sangat baik, “Sebagaiana film hror sukses seperti Conjuring dan Mama, misalnya,” imbuh dia merujuk dua film yang pernah menjadi box office di tanggal film AS dan Kanada itu.

Dia menambahkan, film horor Indonesia kebanyakan alih-alih membangun suasana, tapi hanya mengangetkan penontonnya. “Kalau tidak kebentuk suasana tegannya berarti tidak dapat feelnya”.

Dan yang paling utama, tema cerita di film ini, menurutnya sangat berbeda. Karena melaraskan, bukan hanya menggabungkan pemikiran barat, yang diwakili dengan fenomena Dejavu, dengan fenomena budaya asli dan khas Indonesia, yaitu Ajian Puter Giling.

Dejavu adalah fenomena psikologis seseorang seakan pernah mengalami sesuatu pengalaman, yang dirasakan pernah dialami sebelumnya. sedangkan ajian puter giling kepercayaan Jawa diyakini sebagai kemampuan mengembalikan benda-benda yang dibawa lari pencuri dari rumah kita. Atau dalam tataran lebih jauh, mengembalikan anggota keluarga yang telah lama raib dari rumah.

Bagaimana caranya Hanny membangun suasana dalam film ini? Pertama, dia akan mencoba memasukkan penonton pada suasana mengerikan dan menakutkan yang telah diciptakan sedemikian rupa. “sehingga adrenalin penonton terpacu”.

Meski film ini menurutnya sangat imajinatif, dia berani menjamin penonton tetap bisa tenggelam dalam suasana, “Jadi, sekali lagi, di film ini, penonton bukan Cuma dikagetin. Tapi dipertemukan dengan pengalaman horor yang sebenarnya,”

Proses syuting Dejavu, Ajian Puter Giling, memakan waktu selama 13 hari syuting, dengan mengambil lokasi syuting di wilayah Jakarta dan satu lokasi. Serta dengan hanya membutuhkan 3 pemain utama, “inilah tantangan saya, dengan lokasi yang sama, dan dukungan tiga pemain kunci, saya sebisa mungkin, membuat film ini tidak membosankan dan tetap menarik,” ujarnya. Oleh karena itu, kemampuan akting tiga pemain kuncinya, harus meyakinkan,” ujar Hanny.

Tidak mengherankan jika Hanny akhirnya mengatakan membuat film horor itu lebih sulit daripada membuat film drama percintaan. Karena dia mengulang harus bermain dengan suasana. Pembangunan suasana menjadi tidak mudah, karena suasana itu abstrak dan sangat rumit,” katanya.

Oleh karena itu, meski proses pembuatan film sudah selesai dalam taraf gambar, penyutradaraan dan editing, dalam proses pembuatan film horor, masih berlanjut dalam proses selanjutnya. Yaitu pelarasan sesi suara dengan segala harmonisasinya.

“Dan itu semua membutuhkan kerja keras. Kalau tidak detil (dalam penggarapannya), apa yang membuat merinding dari film horor, tidak akan tercapai,” ujar Hanny sembari menekankan itulah mengapa, level kesulitan dalan membuat film horor menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan film drama percintaan. “Sebab ada ruang lain yang harus dibangun,” pungkasnya. (8globaliTa – Lrd 801).

Follow beritanya di www.8globalita.com  link  www.8globalita.blogspot.com  link  @8globalita_801   link   @kk_viga    link   Facebook : Globalita Globalita