I BERANDA I NASIONAL I INTERNASIONAL I METROPOLITAN I POLHUKAM I SOSDIKBUD I EKOBIS I SLERA I OLAHRAGA I NEWSTV I

Rabu, 12 Agustus 2015

News/Rabu,12-8-2015/23:12-WIB/Peringati 70 Tahun Kemerdekaan RI Usir Kedutaan Belanda Kembalikan Nasionalisme


Rabu 12 Agustus 2015 || 23 : 12 WIB
Kategori : News
Penulis   : Lrd Viga/801

Peringati 70 Tahun Kemerdekaan RI, Usir Kedutaan Belanda Kembalikan Nasionalisme


8GlobaliTa – Jakarta, Memperingati 70 Tahun Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 2015 beberapa tokoh yang konsen terhadap Kedaulatan Negara melaksanakan Seminar Kebangsaan di Gedung Nusantara DPR RI pada Rabu (12/8/2015).

Hadir dalam acara tersebut, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon SS MSc, Ketua Umum Komite Utang Kehormatan Belanda, Batara R Hutagalung, Brigjen TNI Purn Dr Saafroedin Bahar, Penulis dan Penyunting yang bertindak sebagai Modertor Dra Hj Irna HN Hadi Soewito dan lain-lain.

Acara seminar itu juga diikuti berbagai elemen masyarakat yaitu beberapa anggota aktif DPR RI dan mantan anggota DPR RI, Para Purnawirawan ABRI, Seniman dan Seniwati Indonesia, LSM dan organisasi kemasyarakatan, dan juga dari kalangan Pers atau Media Massa cetak dan elektronik.

Seminar tersebut mengupas tentang perselisihan antara Belanda dan Indonesia yang hingga kini belum selesai, yaitu Belanda yang tetap tidak mengakui kemerdekaan Indonesia sampai saat ini.


Sebagaimana dikatakan Brigjen TNI (Purn) Saafroedin Bahar dalam makalah seminarnya, “Saya percaya bahwa tidaklah banyak diantara kita yang selama ini menyadari bahwa dari aspek hukum internasional pada umumnya dan hukum humaniter pada khususnya ada masalah mendasar yang belum selesai antara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan Kerajaan Belanda”. Ungkap Safroedin

“Masalah mendasar itu ada dua, yaitu satu Kerajaan Belanda sampai sekarang baru mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 secara de facto, dan belum secara de jure. Ke dua, Di masa lampau Kerajaan Belanda telah melakukan genosida dan berbagai kejahatan perang (War Crimes) dalam duakali agresi militernya di Indonesia, Juli 1947 dan Desember 1948 dan belum dipertanggung jawabkan secara hukum,” tambahnya.

Secara pribadi Saafroedin mengatakan bahwa luputnya perhatian kita terhadap dua masalah itu disebabkan beberapa faktor diantaranya adalah kenyataan bahwa collective memory kita sebagai bangsa belum ditata secara sistematis dan belum diintegrasikan, Ingatan kita tentang proses nation – and state building masih bersifat fragmentaris dan sektoral, antar sipil dan militer, antar kementerian yang satu dengan kementerian yang lain, dan antar daerah yang satu dengan daerah yang lain.

“Saya berpendapat bahwa Seminar Kebangsaan yang kita adakan menjelang ulang tahun ke 70 NKRI yang kita cintai ini memungkinkan kita memandang sejarah nasional secara utuh dan menyeluruh, sangatlah perlu,” ujar Saafroedin.

Sementara itu, Ketua Umum Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), Batara R Hutagalung mengatakan pemerintah Belanda hingga saat ini Agustus 2015, tetap tidak mau mengakui de jure kemerdekaan Indonesia adalah 17 Agustus 1945. Karena bagi pemerintah Belanda, kemerdekaan Indonesia adalah 27 Desember 1949, yaitu pemerintah belanda ‘melimpahkan kewenangan’ (transfer of sovereignty) pemerintahan kepada pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS).

Fakta sejarah mencatat, bahwa RIS telah dibubarkan pada 16 Agustus 1950, dan pada 17 Agustus 1950 dinyatakan berdirinya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintah Belanda juga tidak mau meminta maaf atas seluruh peristiwa pemantaian terhadap penduduk sipil di Indonesia selama agresi militernya dibantu oleh sekutunya – tiga divisi tentara Inggris dan dua divisi tentara Australia – antara tahun 1945 – 1949.

 
Dalam Pidato kementerian Luar Negeri di Jakarta pada 16 Agustus 2005, Menteri Luar Negeri Belanda, Ben Bot mengatakan, bahwa kini (2005) pemerintah Belanda MENERIMA PROKLAMASI 17.8.1945 secara moral dan politis. Sehari sebelumnya di Den Haag, Belanda, dia mengatakan dengan tegas, bahwa pemerintah Belanda MENERIMA DE FACTO, Indonesia telah merdeka tanggal 17.8.1945.

Namun dari pernyataan Menlu Belanda Ben Bot tanggal 15 Agustus 2005 di Den Haag Belanda dan 16 Agustus 2005 di Jakarta tersebut, terungkap bahwa hingga tahun 2005, untuk pemerintah Belanda menyatakan bahwa NKRI tidak ada sama sekali.

Tentu saja pernyataan ini menimbulkan pertanyaan bahwa kalau Belanda tidak mengakui kedaultan NKRI, mengapada ada KEDUTAAN Belanda di Indonesia dan ada KEDUTAAN Indonesia di Belanda?

Pada 9 Maret 1942, di Kalijati, dekat Subang, pmerintah Nederlands Indie (India Belanda) menyerah tanpa syarat kepada tentara Jepang, dan terpaksa menyerahkan seluruh wilayah yang dikuasainya kepada tentara pendudukan Jepang. Kekalahan ini menghancurkan citra bahwa ras kulit putih tidak terkalahkan.

Dengan demikian, tanggal 9 Maret 1942 dapat ditetapkan sebagai tanggal resmi berakhirnya penjajahan Belanda di Bumi Nusantara.

Jepang kemudian menyerah tanpa syarat kepada tentara sekutu pada 15 Agustus 1945, dan Jepang menghentikan semua kegiatan sipil dan militer di wilayah yang didudukinya di Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Namun dokumen menyerah tanpa syarat baru ditandatangani pada 2 September 1945 di atas kapal perang Amerika Serikat Missouri, di Tokyo Bay.

Ini berarti antara tanggal 15 Agustus sampai 2 September 1945 terdapat vaccum of power (kekosongan kekuasaan) di seluruh wilayah pendudukan Jepang, termasuk di wilayah bekas jajahan Belanda, Nederlands Indie.

Di masa vacuum of power tersebut, para pemimpin bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan Indonesia. Atas dasar itu, pernyataan kemerdekaan ini bukan merupakan pemberontakan ataupun revolusi, karena tidak ada pemerintah yang digulingkan.

Pada 18 Agustus 1945 Ir Soekarno diangkat menjadi presiden dan Drs M Hatta diangkat sebagai wakil presiden. kemudian pada 2 September 1945 dibentuk kabinet pertama. Dengan begitu tiga syarat pembentukan suatu negara sesuai dengan Konvensi Montevideo (26 Desember 1933) telah terpenuhi yaitu : Adanya wilayah tertentu, Adanya penduduk yang permanen, dan Adanya pemerintahan.

Konvensi Montevideo juga menyebutkan, bahwa tanpa adanya pengakuan dari Negara lain, negara tersebut mempunyai hak untuk mempertahankan diri.

Sebagaimana yang terjadi ketika Belanda dan sekutunya datang setelah 17 Agustus 1945 dengan kekuatan militer dan melancarkan operasi miiter sampai tahun 1949, periode 1945 – 1949 ini bukanlah perang kemerdekaan, melainkan Perang Mempertahankan Kemerdekaan. (8globaliTa – Lrd Viga/801).


Follow beritanya di www.8globalita.com  link  www.8globalita.blogspot.com  link  @8globalita_801   link   @kk_viga    link   Facebook : Globalita Globalita