Selasa 8
September 2015 || 19 : 17 WIB
Kategori
: Budaya
Penulis : Lrd Viga/801
Gelar Pameran Aksara Lama Wujud Cinta Budaya Nusantara
8GlobaliTa – Jakarta, Memperingati Hari Aksara dan Bahasa tahun 2015, Lembaga Kajian
Indonesia Fakultas Ilmu Pengetauan Budaya Universitas Indonesia (LKI – FIB)
bekerjasama dengan Galeri Nasional Indonesia, Lumbug Budaya Rakyat, dan
didukung oleh Yayasan Alam Melayu Sriwijaya mengadakan Diskusi dan Pameran
Aksara Nusantara dengan tema “Aksara Ibu Peradaban” bertempat di Gedung Galeri
Nasional Indonesia di Jalan Medan Merdeka Timur Jakarta Pusat, Selasa
(8/9/2015).
Beberapa
acara digelar dalam kegiatan tersebut adalah Pameran Aksara dan Naskah
Nusantara, Workshop “Aksara Nusantara”, Pembukaan Naskah-naskah Nusantara dan
Diskusi “Aksara dan Naskah Nusantara”.
“Kegiatan
ini dalam upaya memaknai hari aksara, ini sebagai wujud kita merefleksikan
lagi kalau Indonesia itu punya banyak
sekali aksara dan bermacam-macam tingkatnya,” demikian dikatakan Ketua Lembaga
Kajian Indonesia – Fakultas Ilmu Pengatahuan Bahasa (FIB) Universitas
Indonesia, Dr Phil, Lily Tjahjandari, kepada 8Globalita saat ditemui di Galeri
Nasional di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (8/9/2015).
“Saat
ini kita sulit membacanya karena bukan aksara latin tapi aksara nusantara, itu
pernah ada dan digunakan teraktif dan ditulis diberbagai naskah nusantara yang
juga punya makna, contohnya Pararaton, Negarakertagama, Sutasoma, dan
naskah-naskah lainnya,” urai Lily.
Lebih
jauh Lily menjelaskan, sebagaimana bentuk Indonesia,
sebenarnya sejak dahulu tulisannya dalam bentu aksara latin, setelah kita
merdeka dan mengerti aksara latin, baru kita mengenal Indonesia
secara bahasa. Tapi aksara yang sebelumnya pernah beredar itu, sudah menguatkan
Indonesia, baik bahasa Sansekerta dan sebagainya, meski bentuknya aksara instan,
kita memahami, kalau itu artinya Indonesia sampai sekarang sejak dari tahun 80-an.
Dalam
kegiatan tersebut hadir Edi Dolan, Seorang praktisi dan penulis naskah yang
betul-betul menggeluti dan menguasai bidang aksara secara otodidak. Sebagaimana
dikatakan Lily, berdasarkan pengetahuannya tersebut, Edi Dolan mendapatkan surat Pengangkatan dari
Kementrian Pendidikan sebagai Maestro Aksara, karena mampu menguasai banyak
aksara.
Kemampuan
Edi Dolan sebagai penggiat aksara merupakan potensi yang oleh generasi muda jaman
sekarang mungkin jarang diminati dan disukai, bahkan tidak mengerti. Tapi
seorang Edi Dolan tidak berhenti untuk terus mempelajari dengan kemampuan
intelektual yang dimilikinya.
Melalui
potensi yang ada kita mencoba menggiatkan hari aksara ini, sebagai identitas untuk
mempelajari aksara secara perlahan-lahan, dan ini bukan suatu yang sulit kerena
di dunia global ini kita juga mempelajari aksara-aksara, misalnya Aksara Korea,
Aksara Arab, Aksara Jepang dan lain-lain, dan itu merupakan bentuk eksistensi dari
memperlajari bahasa Sansekerta dan sebagainya.
“Ini
baru pertama kali diadakan oleh para penggiat budaya, berkolaborasi dengan
Lumbung Budaya Rakyat dan Alam Melayu Sriwijaya terutama dengan Galeri
Nasional, yang mungkin merupakan bentuk semangat memperingati hari aksara,”
ujar Lily.
Selain
kegiatan pameran aksara dan workshop, serta diskusi, Edi Dolan juga
memperlihatkan bagaimana cara membuat kertas yang jaman dulu digunakan sebagai
media untuk menulis yang benar-benar asli dari pohon beluang, dari mulai
batang, kemudian diambil kulitnya, lalu dibuat menjadi sehelai kertas dan
diawetkan hingga siap digunakan untuk menulis.
Tujuannya
adalah memberikan inspirasi kepada masyarakat luas bahwa kehidupan aksara nusantara
itu masih ada, hal ini dibuktikan dengan banyaknya praktisi aksara dan budaya yang
masih aktif menggiatkan ini. Mengingat Aksara adalah bagian dari masa lalu, yang
masih harus dan banyak dipelajari karna aksara adalah juga bagian dari
kepentingan nasional di masa sekarang dalam upaya mengangkat identitas nasional
jati diri bangsa.
Dikesempatan
ini Lily menyampaikan ucapan terima kasih kepada pemerintah melalui Galeri
Nasional yang telah ikut mendukung kegiatan hari aksara dengan memberikan ruang
bagi para penggiat aksara dan budaya melakukan pelatian dan worksop.
“Saya
sendri tidak menekuni naskah aksara, tapi sebagai yang memimpin Lembaga Kajian
Indonesia, saya melihat banyak sekali dimensi Indonesia itu, ada dimensi
kekinian, ada dimensi yang lalu, dimensi yang lalu itu sebaiknya selalu dikaitkan
dengan dimensi hari ini, makanya kajian-kajian tentang tulisan aksara lama, itu
sangat penting,” pungkas Lily. (8GlobaliTa – Lrd
Viga/801).
Follow beritanya di www.8globalita.com
link www.8globalita.blogspot.com
link @8globalita_801 link
@kk_viga link Facebook : Globalita Globalita