Kamis 14 Agustus 2014 || 22 : 15 WIB
Kategori : EKBIS
Penulis : Lrd Khalits
Kesiapan Kamnas Hadapi Pasar Bebas ASEAN
8Globalita – Jakarta,
Menghadapi Darurat ASEAN Economic Community (AEC) 2015,
Provocative Proactive menyelenggarakan Diskusi Publik dalam rangka Kesiapan
Keamanan Nasional Dalam Menghadapi Pasar Bebas ASEAN
Haryo Wisanggeni selaku penanggung jawab acara AEC mengatakan
bahwa diskusi publik ini bermaksud untuk memantik lahirnya gagasan-gagasan
inovatif tentang bagaimana ke depannya, persoalan keamanan nasional ini harus
ditangani oleh pemerintah baru yang akan segera terbentuk. Tak kalah penting,
juga menjadikan isu keamanan nasional ini sebagai isu yang mudah dipahami
masyarakat dan menjadi bekal bagi persiapan Indonesia menyambut Asean Economic
Community 2015.
Hadir dalam acara tersebut sebagai pembicara, Jenderal Polisi
(Purn) Prof Drs Da’I Bachtiar SH, mantan kapolri dan Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, yang menyampaikan paparan
tentang “Membangun di Atas Rasa Aman”. Berly Martawardaya PhD, Ekonom INDEF dan
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
yang memaparkan “Membedah Kesiapan Fundamen Makro Ekonomi Indonesia Dalam
Menghadapi AEC 2015”. Dan Philips J Vermonte PhD, Peneliti Hubungan
Internasional CSIS yang menyampaikan tentang “Keamanan Nasional, Sang Soko Guru
Yang Terlupakan”.
Setelah gagasannya mulai mengemuka pada tahun 1997, dalam waktu
yang tinggal hitungan bulan, Indonesia
akan menyongsong pemberlakukan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015.
Berlakunya AEC akan menstransformasi lansekap perekonomian
negara-negar di kawasan Asia Tenggara menjadi lebih terintegrasi. Dalam tataran
praktis, secara bertahap hambatan dalam proses perdagangan lintas negara ASEAN
akan dihapuskan, baik hambatan tarif maupun non-tarif. Setidaknya, ada 5 hal
yang harus diimplementasikan yakni arus bebas barang, arus bebas jasa, arus
bebas investasi, arus bebas modal dan arus bebas tenaga kerja terampil.
Tentu saja hal ini harus disambut sebagai sebuah peluang bagi
bangsa Indonesia.
Akan terbuka pasar yang lebih luas untuk memasarkan barang dan jasa produksi Indonesia.
Terlebih hingga tahun 2030 berdasarkan data Indonesia Economic Update yang
dikeluarkan oleh Bank Dunia Indonesia
akan menikmati periode “bonus demografi”.
Rasio jumlah penduduk berusia produktif terhadap penduduk usia
non-produktif di Indonesia
akan terus meningkat. Banyaknya penduduk yang berusia produktif akan menjadi
bahan bakar bagi perekonomian Indonesia
untuk menyongsong era pemberlakukan AEC.
Tentu, kelimpahan SDM saja tentu tidak cukup. Konektivitas dan
keterbukaan ASEAN sebagai sebuah kawasan ekonomi terpadu tidak hanya membawa
banyak peluang dan kesempatan baru namun juga persaingan yang semakin ketat.
Untuk bisa bersaing, Indonesia
harus terus bekerja keras membangun perekonomian dan mempersiapkan diri
menghadapi pemberlakukan ini.
Provicative Proactive selaku penyelenggara menyadari, isu
pemberlakuan AEC 2015 ini harus menjadi sorotan publik pasca penyelenggaraan
Pemilu 2014. Publik harus ikut mendorong dan mengawasi pemerintahan terpilih
untuk mampu mempersiapkan Indonesia
dalam menyongsong pemberlakuan ini.
Menurut Haryo Wisanggeni selaku penanggung jawab acara AEC adalah
fenomena yang tidak bisa dihindari, ini mutlak harus bangsa Indonesia
hadapi. Bonus demografi dan segala potensi Indonesia kedepannya harus kita
persiapkan dengan baik. Bukan hanya tugas pemerintah, tapi tugas kita bersama
untuk bersiap-siap.
“Dalam diskursus tentang pembangunan ekonomi, salah satu isu
penting yang kerap terlupakan adalah persoalan keamanan nasional. Padahal dalam
sejumlah studi, keterkaitan di antara keduanya telah terbukti signifikan,” ujar
Haryo di hadapan sejumlah yang hadir di acara dikusi Provocative Proactive
Darurat AEC 2015, di Hotel Century Park Kawasan Senayan Jakarta, Kamis (14/8/2014).
World Development Report Bank Dunia tahun 2011 yang berjudul
“Conflic, Security and Development” sebagai contoh mengelaborasi bahwa konflik
dan perang merupakan variabel yang menghambat proses pemberantasan kemiskinan
secara global. Konflik dan perang juga meningkatkan faktor resiko sebuah negara
sebesar 7,7% (Hoeffler, von Billerbeck, and Ijaz : 2010) sehingga menghambat
masuknya foreign direct investment ke negara tersebut.
Dalam konteks Indonesia,
Rizal Sukma (Direktur CSIS saat ini dan pakar kajian hubungan international)
pernah menulis dalam papernya bahwa ancaman untuk keamanan nasional kita dapat
berasal dari dua sumber yaitu internal dan eksternal.
Ancaman bersifat internal antara lain munculnya gerakan separatis
bersenjata, konflik komunal dan budaya yang sangat wajar bertumbuh di negara
dengan lebih dari 500 kelompok atnis seperti kita serta terorisme (termasuk
akibat masuknya kelompok radikal dari luar negeri seperti ISIS
baru-baru ini). dari luar, sebagai contoh terdapat isu konflik perbatasan yang
masih terus menjadi ancaman serius. (8globalita – Lrd Khalits).
Follow beritanya di www.8globalita.com
link www.8globalita.blogspot.com
link @8globalita_801 link
@kk_viga link Facebook : Globalita Globalita