Kamis 14 Agustus 2014 || 23 : 30 WIB
Kategori : EKBIS
Penulis : Lrd Khalits
Meretas Jalan Kemakuran Membangun di Atas Rasa Aman
8Globalita – Jakarta,
Setelah gagasannya mulai mengemuka pada tahun 1997, dalam waktu yang tinggal hitungan
bulan, Indonesia akhirnya akan menyongsong pemberlakukan ASEAN Economic
Community (AEC) pada tahun 2015 yang akan datang.
Berlakunya AEC akan mentransformasi lansekap perekonomian
negara-negara di kawasan Asia Tnggara menjadi lebih terintegrasi. Dalam tataran
praktis, secara bertahap hambatan yang menjadi disintensif dalam proses
perdagangan lintas negara ASEAN akan dihapuskan, baik hambatan tarif maupun
non-tarif.
Aliran barang, jasa, modal, investasi dan tenaga kerja terlatih
lintas Negara Asean akan menjadi semakin terbuka. Hal ini akan membuka pasar
baru untuk produk Indonesia
namun di saat yang sama akan membuka pasar kita untuk produk dari Negara Asean
lain. Sebuah kesempatan sekaligus tantangan bagi bangsa Indonesia.
Keterbukaan dan konektivitas dalam banyak kasus sudah terbukti
menjadi kunci lahirnya terobosan dan kemajuan, asalkan kita memiliki daya saing
yang mumpuni untuk mengambil manfaat yang optimal darinya.
Di fajar baru lahirnya pemerintahan Jokowi – JK ini, momentum
berlakunya AEC harus dijaadikan momentum bagi perekonomian kita untuk
menumbuhkan daya sainnya menjadi semakin kompetitif.
Menghadapi keadaan tersebut Jenderal Polisi (Purn) Prof Drs Dai
Bachtiar SH, yang juga mantan Kapolri dan Duta Besar Indonesia
untuk Malaysia, mengatakan
beberapa hal potensi Indonesia.
Berdasarkan
Demografi, Indonesia
memiliki potensi bonus Demografi. Menurut World Economic Update bank Dunia pada
tahun 2011, Indonesia
akan menikmati periode “bonus demografi” hingga tahun 2030. Dalam periode ini,
rasio jumlah penduduk berusia produktif terhadap penduduk berusia non-produktif
akan terus meningkat. Hal ini merupakan sumber daya yang sangat strategis dalam
menghadapi ketatnya persaingan pasca pemberlakuan AEC.
Potensi peningkatan akselerasi pertumbuhan ekonomi bahwa banyaknya
penduduk berusia produktif saja tidak cukup. Mereka harus diberdayakan agar
semakin produktif. Menurut analisis McKinsey Global Institute (2012), jika
pertumbuhan produktifitas tenaga kerja kita dapat ditingkatkan sebesar 60%,
maka pertumbuhan ekonomi Indonesia juga bisa ditingkatkan menjadi sebesar 7%.
Hal ini selaras dengan ucapan Jokowi dalam salah satu sesi debat pilpres yang
memang menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7% pertahun.
Sementara itu, Peneliti Hubungan Internasional CSIS, Philips J
Vermonte PhD mengatakan Keamanan Nasional merupakan sang Soko Guru yang
terlupakan. Sebab dalam setiap diskursus tentang pembangunan ekonomi, persoalan
yang seringkali terlupakan adalah tentang keamanan nasional. Padahal dalam
sejumlah studi, keterkaitan diantara keduanya terlah terbukti signifikan.
Sebagaimana dalam World Development Report Bank Dunia tahun 2011
yang berjudul “Conflict, Securty and Develovment” sebagai contoh mengelaborasi
bahwa persoalan keamanan merupakan variabel yang menghambat proses
pemberantasan kemiskinan secara global.
Persoalan keamanan dapat meningkatkan faktor resiko sebuah negara
sebesar 7,7% (Hoeffler, von Billerbeck, and Ijaz :2010) sehingga menghambat
masuknya foreign direct investment ke negara tersebut.
Persoalan keamanan memiliki dampak yang strategis terhadap
perekonomian pada level regional dan global, tidak hanya lokal – Tanzania
kehilangan 0,7% GDPnya untuk setiap negara tetangganya yang mengalami persoalan
keamanan (World Development Report Bank Dunia : 2011), fluktuasi harga minyak
dunia karena konflik di Timur Tengah dan yang terbaru naiknya harga emas karena
meningkatnya ketegangan antara Rusia dan Ukrania sehingga investor memburu
asset safe haven.
Di sisi lain, Ekonom INDEF dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Berly Martawardaya PhD, memaparkan gagasan pembangunan sistem keamanan nasional
sebagai landasan bagi pembangunan perekonomian.
Dimana keamanan harus dimulai dari kepastian Hukum, mengingat saat
ini terjadi tumpang tindih bahkan benturan antara satu regulasi dan regulasi
lainnya. Para pemangku kepentingan dalam
proses formulasi kebijakan publik bekerja kurang selaras, antara yang di pusat
dengan pusat, Pusat dengan Daerah, dan Daerah dengan daerah. Kedepannya ini
harus diperbaiki.
Selanjutnya, untuk membangun rasa aman kita harus menyiapkan SDM
Penegak hukum dengan kompetensi dan karakter yang unggul. Mereka harus mampu
menjawab tantangan baru yang lahir seiring berkembangnya kejahatan, mulai
munculnya kejahatan trans nasional, hingga kejahatan siber.
“Untuk menjawab tantangan ini, semasa mengabdi di Kepolisian, saya
sudah menginisiasi berdirinya “Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation”
bekerjasama dengan rekan-rekan dari Australia dan Uni Eropa. Ke depan,
upaya-upaya serupa harus ditumbuhkembangkan.” Kata Dai Bachtiar di acara
Diskusi Provokative Proactive di kasawan Senayan Jakarta, Kamis (14/8/2014).
Mengembangkan diplomasi kawasan sebagai sistem pendukung bagi
pembangunan keamanan nasional kita, karena ancaman keamanan tidak bisa kita
hadapi sendirian. Dalam konteks ASEAN Community, proses diplomasi harus
dikembangkan menjadi instrumen untuk saling berkolaborasi dalam memperkuat
keamanan nasional masing-masing negara dan keamanan regional. (8globalita – Lrd
Khalits).
Follow beritanya di www.8globalita.com
link www.8globalita.blogspot.com
link @8globalita_801 link
@kk_viga link Facebook : Globalita Globalita