Kamis 25 Desember 2014 || 20 : 19 WIB
Kategori : Hukum
Penulis : Lrd Khalits
Pemerkosa Pantas Di Hukum Mati
8GlobaliTa – Jakarta, Menyikapi tentang anjuran Presiden RI Ir Joko Widodo, yang
mengapresiasi untuk memberikan hukuman mati kepada pelaku Narkoba, Pengamat
Sosial Kemasyarakatan, Pemerhati Keselamatan Bangsa, dan juga Anggota HMI
angkatan 66, H Azhari Boy DT R Mulie,
kepada 8GlobaliTa saat dijumpai dikediamannya di bilangan Rawamangun Jakarta,
Kamis (25/12/2014) menjelaskan bahwa dalam keadaan tertentu hukuman mati boleh
diterapkan kepada pelaku kejahatan.
Ada
3 hal yang disorotinya. Seperti dicontohkannya, bahwa pelaku pemerkosa sudah
sepantasnya dihukum mati, karena merugikan dan merusak orang lain. “Pada zaman
dulu pelaku zinah dan pemerkosa dihukum dengan di rajam sampai mati, itu
berdasarkan hukum Islam,” kata H Boy demikian beliau di sapa.
Namun menurutnya, yang paling baik
adalah hukuman seumur hidup. Sebab tidak diperkenankan mematikan makhluk Allah,
atau makhluk ciptaan Allah di muka bumi. “Sebagaimana dikutifnya dari salah
satu ayat Alquran, kata Allah, mematikan satu, sama dengan membunuh sebagian
isi dunia,” terang H Boy.
Dijelaskannya, hukuman mati boleh dilakukan
jika seseorang memerkosa perempuan. itu pelakunya harus dihukum mati. Atau
hukuman seumur hidup. Jika pelaku memperkosa dan juga membunuh korbannya, maka boleh
dihukum seumur hidup. Bila dalam masa penahanan, kemudian mendapat pengampunan,
seperti remisi atau pengurangan hukuman dan segala bentuk keringanan hukuman
atau dibebaskan karena di anggap baik selama menjalani hukuman, namun ketika
telah bebas dan ternyata memperkosa lagi, ketika tertangkap maka dia harus di
bunuh.
“Maka bunuh lah dia, karena tidak bisa
dikasih peringatan. Dikasih waktu bertobat gak
mau, malah melakukan lagi. Orang seperti itu jangan dikasi ampun, harus dihukum
mati,” Jelas H Boy.
Begitupun seorang pembunuh, harus
dihukum seumur hidup, apabila juga mendapat pengampunan, lalu bebas, dan
ternyata membunuh lagi, maka dia pun harus dihukum mati. Semua dilakukan dengan
memberi peringatan dan memberi waktu kepada para pelaku kejahatan seperti ini,
agar bertobat.
Artinya hukuman mati boleh dilakukan
jika keadaan tertentu Tetapi jika kesempatan bertobat tidak dimanfaatkan dengan
baik. Pelaku tidak mengindahkan peringatan dan kesempatan yang diberikan, bahkan
melakukan pembunuhan dan perkosaan lagi, maka pelaku kejahatan seperti ini tidak
ada ampun, harus dihabisin atau di hukum mati.
“Karena kalau dikasi hidup dan bebas
dia merusak orang lain lagi,” tegas H Boy.
Lrd Khalits Berfoto dengan H Azhari Boy DT R Mulie |
Hukuman mati juga boleh diberikan
kepada para pelaku Narkoba khususnya pengedar dan bandar, karena mereka telah merusak
dan menghancurkan manusia di muka bumi. Namun dalam hal ini tidak serta merta
hukuman mati harus di jatuhkan kepada mereka yang menjadi korban, untuk kasus
seperti ini harus dilakukan pertimbangan lain. Baik korban sebagai pengguna dan
korban karena keadaan ekonomi. Akibat sulitnya mencari lapangan kerja dan susah
mencari makan. Lalu tergiur tawaran mendapatkan uang dengan mudah dan hasil
yang menggoda.
“Orang seperti ini kan juga korban, korban yang diakibatkan
faktor ekonomi,” turur H Boy
Karena peroalan perut, tawaran itu
dijadikan kesempatan dan dipergunakan untuk mendapatkan uang dengan jalan
pintas, semata-mata untuk menanggulangi kebutuhan hidupnya. Namun dengan cara
yang salah, yaitu melalui jalur dengan menjual narkoba.
Bagi mereka yang sedang dilanda
kesulitan dari sisi ekonomi, sulitnya mencari kerja dan penghasilan, Narkoba
merupakan cara pintas mendapatkan uang yang paling menggiurkan. Dengan menjual
narkoba penghasilan bisa lebih cepat dapat uang banyak. Maka ia pun menjual
narkoba. Apalagi jika pelaku dan korban ini memiliki anak yang harus dinafkahi,
maka bisnis narkoba, bagi dia mungkin hal yang menggiurkan untuk mengatasi
kesulitan ekonomi, meski beresiko besar.
Artinya orang tersebut terpaksa melakukan
itu untuk kebutuhan makan, harus memenuhi persoalan perut dan keperluan hidup.
Apakah orang ini perlu dimatikan? Kalau dia mati lalu bagamana dengan anaknya,
keluarga yang ditanggungnya. Itu artinya diperlukan pemikiran lain, dalam
memutus kasus seperti ini, tidak serta merta harus dihukum mati.
Terkait hal ini H Boy mencontohkan
jaman nabi. Menurutnya orang mencuri roti, karena tidak makan tiga hari. Maka
Nabi mengampuni dengan membiarkan orang itu pergi dan bebas. Di kasus tertentu diperlukan
kecermatan dan pemikiran dari seorang hakim untuk mengkaji secara dalam dan
matang setiap hendak menjatuhkan vonis.
Diperlukan penilaiaan bergantung
keadaan atau kondisi pelaku kejahatan tersebut. Agar tidak terdapat kesalahan
yang bisa ditanggung oleh seorang hakim. Akibat kelalaian dan kesalahan dalam
menjatuhkan vonis. Sehingga tidak merugikan banyak pihak, baik kepada keluarga
pelaku maupun keluarga korban juga kepada hakim itu sendiri
“Tetapi kalau hukuman mati itu terpaksa
harus dilakukan apa boleh buat jika harus divonis mati, jika penilaiannya sudah
sangat benar-benar dia itu bersalah. Sekali lagi, disini diperlukan kecermatan
dan ketelitian dari seorang hakim sebagai pemutus,” ujar H Boy.
Hukuman seumur hidup juga harus
diberikan kepada para Koruptor. Karena koruptor ini telah merugikan negara. Itu
artinya banyak orang yang telah dirugikan. Namun demikian manusia tidak
sempurna. Hukuman seumur hidup untuk memberikan efek jera dan memberikan
kesempatan bertobat.
Tetapi jika dalam proses menjalani hukuman,
kemudian diberi keringanan berupa potongan hukuman oleh presiden, seperti
remisi, atau hadiah di hari kemerdekaan, karena telah berkelakuan baik selama menjalani
masa tahanan. Itu juga sah-sah saja seorang presiden memberikan remisi atau
potongan hukuman kepada para koruptor, karena sebagai warga negara dia juga
berhak mendapat keadilan misalnya.
Meski menurut H Boy, tidak sepantasnya
seorang koruptor di beri potongan hukuman atau hadiah dalam bentuk apapun, baik
remisi ataupun hadiah kemerdekaan. Karena hal itu, tidak memberikan keadilan
kepada seluruh warga negara yang sudah dirugikan oleh pelaku koruptor.
Pemberian hadiah berupa potongan atau
keringanan hukuman bagi narapidana ini hanya ada di Indonesia. Karena negara kita ini
negara pancasila, yang 70% pencetusnya beragama Islam, itulah kelebihan
tokoh-tokoh Islam, penuh sifat kemanusiaan. Oleh sebab itu sah-sah saja seorang
presiden memberikan keringanan hukuman bagi para pekalu kejahatan atau
narapidana, dan itu menjadi kebanggan bagi para narapidana atau pelaku
kejahatan. Namun pemberian keringan potongan hukuman dalam bentuk apapun yang
diberikan kepada koruptor hanya akan menyakiti hati rakyat, dan tidak memberi
efek jera.
Bahkan selama ini pemberian hukuman kepada
para korutor tidak sebanding dengan kejahatan yang telah di lakukannya. Vonis
yang selama ini diberikan tidak memberikan rasa keadilan kepada masyarakat
seluruh bangsa Indonesia.
“Inilah yang salah, vonis atau hukuman yang
diberikan kepada koruptor tidak memberikan efek jera. Bahkan seringkali tidak
setimpal dengan kejahatan yang sudah dilakukan para koruptor itu,” kata H Boy
Menurut H Boy, yang benar adalah selain
para koruptor itu dihukum seumur hidup, dia juga harus mengembalikan sejumlah
nilai yang dikorupsinya. Termasuk denda untuk mengganti kerugian negara yang
telah ditimbulkannya. Dalam hal ini H Azhari Boy mencontohkan, bahwa kalau
hilang struk atau karcis parkir saja nilai dendanya 10 kali lipat dari nilai
parkirnya, seharusnya denda yang diberikan kepada koruptor itupun 10 kali lipat
dari yang dikorupsinya yaitu sama seperti denda yang diberlakukan para pengguna
perparkiran apabila menghilangkan karcis parkir.
Jika kemudian dalam mengeksekusi aset
pelaku koruptor, tidak mencukupi sebagaimana nilai yang harus di ambil oleh
negara, tentu saja setelah ditelusuri keseluruhan.
“Apa boleh buat, ya apa adanya, tentu
saja jika sudah dilakukan penyidikan dan penyelidikan harta-harta kekayaan yang
dimiliki pelaku korutor. Tentunya hasil denda dan sitaan itu menjadi kekayaan
negara. Bukan menjadi milik KPK atau lembaga hukum lainnya, tetapi menjadi
milik negara, dikembalikan ke negara, dan menjadi kas atau pendapatan negara.,”
papar H Boy.
Lebih jauh H Boy menjelaskan, hukum
apapun boleh dilakukan tetapi harus diingat nyawa manusia adalah Allah yang punya.
Hanya Allah yang berhak atas nyawa-nyawa makhluk hidup di muka bumi. Itu sebab
kita dilarang mematikan atau membunuh orang atau menghilangkan nyawa orang. (8globalita – Lrd
Khalits).
Follow beritanya di www.8globalita.com
link www.8globalita.blogspot.com
link @8globalita_801 link
@kk_viga link Facebook : Globalita Globalita